Fiqih Qurban

Fiqih Qurban

Berqurban adalah bentuk peribadahan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan pendekatan diri kepada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعلَمِينَ

“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam.” (QS. Al-An’aam: 162)

Dan dalam firmanNya yang lain,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka sholatlah untuk Robbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2).

Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu meriwayatkan,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhori dan Muslim).

Pengertian Qurban/Udhiyyah (أُضْحِيَّة)

Udhiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari ‘Idul Adha dan hari-hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh karena datangnya hari raya tersebut.

Keutamaan Qurban

Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah rodhiyallohu ’anha menceritakan bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ

“Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (‘Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Alloh melebihi mengalirkan darah (qurban).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih)

Hukum Qurban

Menyembelih binatang kurban (udhiyyah) hukumnya adalah sunnah muakkadah menurut pendapat mayoritas ulama.

Namun bagi siapa saja yang memiliki kesanggupan, sangat tidak disenangi jika mereka tidak melaksanakannya.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim)

Hewan Yang Boleh Dijadikan Qurban

Hewan qurban hanya boleh dari kalangan Bahiimatul An’aam (hewan ternak tertentu) yaitu unta, sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut.

Ketentuan Yang Terkait Usia Hewan Qurban Dan Biaya Pengadaannya

Hewan ternak yang diperbolehkan menjadi hewan qurban memiliki ketentuan usia yang telah ditetapkan oleh agama; Berikut rinciannya:

  1. Domba yang berumur setahun dan memasuki tahun kedua.
  2. Kambing yang berumur 2 tahun dan memasuki tahun ketiga
  3. Unta yang berumur 5 tahun dan memasuki tahun keenam
  4. Sapi yang berumur 2 tahun dan memasuki tahun ketiga.

 

Adapun untuk biaya pengadaannya, 1 ekor unta dapat dibeli/diadakan secara kolektif oleh 10 orang. Dan untuk satu ekor sapi dapat dibeli oleh 7 orang. Sedangkan untuk 1 ekor domba hanya boleh untuk 1 orang.

Ibnu Abbas rodhiyallohu’anhuma meriwayatkan,

“Dahulu kami penah bersafar bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor onta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Shahih Sunan Ibnu Majah)

Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga

Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.

Abu Ayyub rodhiyallohu’anhu meriwayatkan bahwasannya pada masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya. (HR. Tirmidzi).

Bahkan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan seluruh umatnya.

Suatu ketika beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam hendak menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

”Yaa Alloh ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu Daud & Al Hakim). Berdasarkan hadis ini, “Kaum muslimin yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.”

Cacat Pada Hewan Qurban

Cacat pada hewan qurban memiliki beberapa kriteria, yaitu:

  1. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, yaitu:
    1. Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya
    2. Sakit dan tampak jelas sakitnya
    3. Pincang dan tampak jelas pincangnya
    4. Sangat tua sampai-sampai tidak memiliki sumsum tulang
  2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, yaitu:
    1. Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
    2. Tanduknya pecah atau patah
  3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.

Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung

Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari ‘Idul Adha (sesudah sholat ‘Id) dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq).

Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu meriwayatkan bahwasannya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum sholat (‘Idul Adha), maka ia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Barangsiapa yang menyembelih setelah sholat (‘Idul Adha), maka ia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhori)

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi).

Penyembelih Qurban

Disunnahkan bagi shohibul qurban untuk menyembelih hewan qurbannya sendiri.

Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu meriwayatkan,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhori dan Muslim).

Namun, jika shohibul qurban berhalangan atau tidak mampu menyembelih hewan qurbannya sendiri maka ia dapat mewakilkannya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana dituntunkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Dalam sebuah hadits yang panjang tatkala Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menggiring unta-untanya menuju Makkah untuk disembelih. Jabir bin Abdullah rodhiyallohu anhuma mengatakan :

فَنَحَرَ ثَلاَثًا وَسَتَّيْنَ بِيَدِهِ ثُمَّ أَعْطَى عَلِيَّا فَنَحَرَمَا غَبَرَ

“Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangannya sendiri 63 ekor (dari 100 ekor untanya), kemudian menyerahkan sisanya kepada Ali rodhiyallohu anhu untuk disembelih.” (HR Muslim)

Larangan Bagi yang Hendak Berqurban

Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan memotong rambutnya (baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak). Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anha meriwayatkan,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain dipertegas,

فَلَا يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ حَتَّى يُضَحِّيَ

“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban.”

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya.

Alloh Ta’ala berfirman,

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [QS. al-Baqarah: 196]

Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian manapun, mencakup larangan mencukur gundul atau sebagian saja, atau sekedar mencabutinya.

Tata Cara Penyembelihan

  1. Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
  2. Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.
  3. Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
  4. Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.

Ketika akan menyembelih disyari’atkan untuk membaca “Bismillahi wallohu akbar” ketika menyembelih. Kemudian diikuti bacaan:

“Hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud), atauhadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan” (disebutkan nama shohibul qurban).” Atau berdoa agar Alloh menerima qurbannya dengan doa, “Allohumma taqobbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban)”.

Pemanfaatan Daging Hasil Sembelihan Qurban

  1. Dimakan oleh shohibul qurban dan keluarganya.
  2. Disedekahkan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka.
  3. Dihadiahkan kepada kerabat untuk menguatkan tali silaturahmi, kemudian kepada tetangga dalam rangka berbuat baik dan pada saudara muslim lainnya agar memperkuat ukhuwah.

Wallohu A’lam

Agungnya Bulan Dzulhijjah Dan Kiat Meraih Keagungannya

Agungnya Bulan Dzulhijjah Dan Kiat Meraih Keagungannya

Bulan Dzulhijjah termasuk diantara salah satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala selain Rojab, Dzulqo’dah dan Muharrom. Alloh Ta’ala melalui lisan mulia Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kemuliaan bulan Dzulhijjah;

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ – يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ – قَالُوا : يَا رَسُوْلَ الله وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Alloh daripada hari-hari ini, yaitu: Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya: Ya Rosululloh, tidak juga jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhori)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ وَلَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ اَلْعَمَلُ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعُشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ

“Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Alloh untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu mengucapkan tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad)

AMALAN YANG DIANJURKAN DI BULAN DZULHIJJAH

Lantas apakah ada disana amalan-amalan khusus yang bisa kita laksanakan di bulan tersebut yang menjadikan kita dilipatgandakan ketika melaksanakannya? Ya, Ada beberapa amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan di sepuluh hari di bulan dzulhijjah, diantaranya,

  1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umroh

Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain:

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Dari umroh ke umroh adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga.” [HR. Bukhori Muslim]

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan yang paling utama maka beliau bersabda:

إِيْمانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، قِيْلَ: ثُمَّ ماذا؟ قالَ: جِهادٌ فِي سَبِيْلِ اللهِ، قِيْلَ: ثُمَّ ماذا؟ قالَ: حَجٌّ مَبْرُوْرٌ

“Iman kepada Alloh dan Rasul-Nya.” Ditanyakan kepada beliau, “Kemudian amalan apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Alloh.” Kemudian beliau ditanya lagi, Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (HR. Bukhori)

Dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Iringilah antara ibadah haji dan umroh karena keduanya menghilangkan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan Surga.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasai).

  1. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Alloh Ta’ala untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi:

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

“Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.” [HR. Bukhori Muslim]

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْماً فِي سَبِيْلِ اللهِ ، إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفَ

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Alloh melainkan Alloh pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” [HR. Bukhori Muslim]

Mengenai puasa hari arafah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالَّتِي بَعْدَهُ

“Berpuasa pada hari Arofah aku berharap kepada Alloh dapat menghapuskan (dosa) tahun sebelum dan tahun sesudahnya.” (HR. Muslim)

  1. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut

Hal ini sebagaimana firman Alloh Ta’ala,

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“…. dan supaya mereka menyebut nama Alloh pada hari-hari yang telah ditentukan ….” [QS. Al-Hajj: 28]

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma,

فَأَكْثِرُوا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid.” [HR. Ahmad]

Imam Bukhori rohimahulloh menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhum keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq   meriwayatkan dari fuqaha’ tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan:

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Laa Ilaha Ilalloh, wallohu Akbar, Allohu Akbar wa Lillahil Hamdu

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala,

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. [QS. Al-Baqoroh: 185]

  1. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa

Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Karena maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Alloh, dan keta’atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Alloh kepadanya.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يُغَارُ وَغَيْرَةُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمَرْءُ مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Alloh itu cemburu, dan kecemburuan Alloh itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Alloh terhadapnya.” [HR. Bukhori Muslim]

  1. Banyak Beramal Sholih

Berupa ibadah sunat seperti: shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Alloh daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

  1. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq

Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat ‘Id. Dan disyariatkan pula takbir muqoyyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arofah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

  1. Melaksanakan Sholat ‘Idul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

  1. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq

Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrohim ‘alaihissalam, yakni ketika Alloh Ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung.

وَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Diriwayatkan bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Alloh dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. [HR. Bukhori dan Muslim]

Menangislah dan Berdoalah untuk Anak-Anakmu

Menangislah dan Berdoalah untuk Anak-Anakmu

Banyaklah menangis dan berdoa untuk anak-anak, terutama pada waktu shalat malam yaitu pada waktu-waktu terkabulnya doa, seperti sepertiga malam yang terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah, agar anak-anaknya dijadikan orang-orang yang shalih shalihah.

Hendaklah orang tua memanfaatkan perannya sebagai orang tua, yang mana Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam katakan bahwa mereka memiliki peluang yang besar untuk dikabulkan doanya kepada anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

“Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah)

Seperti contoh doa Nabi Sulaiman ’alaihissalam yang Allah ta’ala firmankan dalam Al Quran “… dan berikanlah keshalihan kepadaku (dengan juga memberikan keshalihan) kepada anak cucuku…” (Qs. Al Ahqaf: 15)

Atau doanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, “Wahai Tuhanku jadikanlah diriku dan anak cucuku termasuk orang yang tetap melaksanakan shalat, wahai Rabb kami perkenankanlah doaku.” (Qs. Ibrahim: 40)

Hendaklah orang tua selalu berdoa kepada Allah agar mereka dan anak-anaknya dikumpulkan secara bersama-sama di surga kelak. Betapa bahagia dan senangnya orang tua yang bisa berkumpul bersama dengan anak-anaknya di dunia, apalagi jika mereka dapat berkumpul dengan anak-anaknya di surga. Yang kurang amalnya diantara mereka akan ditutupi dan disempurnakan Allah dengan yang sempurna amalnya.

Allah ta’ala berfirman, ”Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dengan keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal (kebajikan) mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Qs. Ath Thuur: 21)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu berkata, ”Sesungguhnya Allah benar-benar mengangkat (derajat) anak cucu orang yang beriman menjadi sederajat dengannya, meskipun amal anak cucu itu lebih rendah di bawahnya. Hal ini bertujuan agar keberadaan anak cucu mereka yang bersamanya akan membuat hatinya senang.” Lalu ia membaca ayat diatas Qs. Ath Thuur: 21)

Inilah karunia yang Allah ta’ala berikan kepada para anak disebabkan oleh keberkahan amal orang tua mereka. Adapun keutamaan yang diberikan kepada para ayah, hal itu disebabkan oleh keberkahan doa anak-anak mereka. (Al Misbahul Munir fi Tahdzibi Tafsiri Ibni Katsir hal 1153)

”(yaitu) Surga surga Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang shalih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” (Qs. Ar Ra’d: 23)

Mendoakan anak-anak dapat memperbaiki keadaan mereka, menutupi kekurangan mereka, membenahi kesalahan mereka, dan melindungi mereka dari keburukan dunia dan akhirat. Al Fudhail bin Iyadh menginginkan anaknya menjadi anak yang shalih, wara’ dan bertaqwa, maka ia pun berdoa kepada Allah ta’ala: ”Ya Allah, aku sudah berusaha keras untuk mendidik Ali, tetapi aku tidak mampu mendidiknya, maka didiklah dia untukku.”

Ia telah berupaya keras untuk mendidik anaknya dan memohon kepada Allah agar mendidiknya sebagai anak yang shalih. Kemudian Allah mengabulkan permohonannya dan sang anak pun menjelma menadi pemuda yang dapat membantu ayahnya untuk menjalankan takwa, zuhud dan wara’. Keduanya pergi bersama untuk melaksanakan shalat, menunaikan ibadah haji dan melakukan berbagai macam kebajikan. Keduanya melaksanakan shalat malam dan puasa bersama, tanpa melupakan anggota keluarga lainnya. Sehingga rumah itu benar-benar menjadi rumah yang penuh kebajikan.

Kemudian Ali bin al Fudhail bin Iyadh menjelma menjadi seorang ulama besar, seperti ayahnya yang dikenal dengan ilmu dan kezuhudannya. Menurut Imam an Nasa’i, Ali bin al Fudhail bin Iyadh adalah perawi yang terpercaya. Sementara al Hafidz Abu Bakar al Khathib berkata: ”Dia adalah orang yang sangat hati-hati dalam urusan halal haram.” Abdullah bin ubarak berkata: ”Orang yang paling baik adalah al Fudhail bin Iyadh. Tetapi putranya Ali lebih baik darinya.” Sedangkan Sufyan bin Uyainah berkata: ”Aku tidak pernah bertemu dengan orang yang rasa takutnya kepada Allah lebih besar dari al Fudhail dan putranya.”

Ali bin Al Fudhail pernah berada di dekat Sufyan bin Uyainah yang ketika itu dia sedang menyebutkan hadits tentang neraka, sementara di tangan Ali ada sebuah kertas yang terikat. Lalu Ali menarik nafas panjang dan kertas yang dipegangnya pun terjatuh. Sufyan menoleh ke arahnya lalu berkata, ”Sekiranya aku tahu engkau ada di sini tentu aku tidak akan menyebutkan hadits tentang neraka. Lalu Ali tidak sadar (pingsan) selama waktu yang Allah kehendaki. (Az Zuhud no. 965 oleh Imam Ahmad)
(100 Kiat Bagi Orang Tua Agar Anak –insyaallah- Jadi Shalih Shalihah, Penulis Najmi bin Umar Bakkar Penerbit Perisai Quran)

Ditulis oleh Ustadz Najmi Umar Bakkar, حفظه الله تعالى

Doa Memohon Kesembuhan

Doa Memohon Kesembuhan

Kita pasti pernah diuji rasa sakit. Penyakit ini disebabkan beberapa faktor atau saat perubahan cuaca, kelelahan, telat makan, dan lain – lain.

Meskipun penyakit telah membuat kita lemah tak berdaya, kita harus senantiasa berprasangka baik terhadap Allah SWT. Masa-masa sulit diuji dengan penyakit itu tidak membuat kita kehilangan iman kepada Allah. Dalam melewati ujian sakit, kita tetap berikhtiar periksa ke dokter untuk mendapatkan obat, beristirahat, dan menjaga pola makan, dan tidak panic, namun rupanya itu saja kurang cukup, sebab semua kesembuhan datangnya hanya dari Allah SWT. Oleh karenanya sebagai hamba, kita juga harus berdoa kepada Allah untuk memohonkan kesembuhan dan kesehatan.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Rasulullah sendiri memiliki amalan atau doa yang rutin dibaca untuk meminta perlindungan kepada Allah agar keluarganya senantiasa diberi kesehatan. Doa ini juga dibacakan beliau saat menjenguk orang yang sakit supaya lekas sembuh. Berikut bacaan doanya :

“Allahumma rabbanasi adzhibil ba’sa wasy fihu. Wa antas Syaafi, laa syifaa-a illa syifaauka, syifaa-an laa yughadiru saqomaa”

“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari dan Muslim).

Doa di atas dapat kita amalkan saat kita sendiri yang sakit.

Adapun pada alternatif doa lainnya untuk memohon kesembuhan dikisahkan Abu ‘Abdillah ‘Utsman bin Abil ‘Ashradhiyallahu ‘anhu, dia pernah mengadukan kepada Rasulullah SAW tentang rasa sakit yang ada pada dirinya.

Rasulullah pun menjawab kepadanya

“Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu, lalu bacalah “Bismillah” sebanyak tiga kali

dilanjutkan membaca sebanyak tujuh kali: A’uudzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru,
Artinya :
“Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan” (HR. Muslim).

Sedangkan untuk membentengi diri agar dijauhkan dari wabah penyakit dan segala bentuk musibah atau bahaya kita bisa membaca doa

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil ardhi wa la fis samaa’i wahuwas sami’ul alim,
Artinya :
“Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya sesuatu itu tidak berbahaya di bumi dan di langit. Dan Dia Maha Mendengar lagi Mengetahui.”

Ada juga do’a yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi Ayub AS. Sebagaimana diketahui, Nabi Ayub AS adalah utusan Allah yang memiliki ketabahan luar biasa saat diuji dengan penyakit berat. Ketika berusia 51 tahun, Nabi Ayub diberi cobaan oleh Allah dengan penyakit kulit. Kulit sang nabi mengeluarkan nanah hingga rambutnya pun rontok. Ini membuat banyak orang menjauhinya. Meski demikian, beliau selalu sabar dan tidak henti-hentinya meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Doa Nabi Ayyub AS terabadikan dalam Alquran Surat Al Anbiyaa ayat 83. Berikut lafal doa tersebut :

Robbi innii massaniyadh-dhurru wa anta arhamur-roohimiin

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan yang maha Penyayang di antara semua penyayang.”

Atas ketabahannya, penyakit tersebut akhirnya diangkat oleh Allah SWT. Sebagai gantinya, Allah memberikan Nabi Ayub nikmat yang melimpah, seperti yang tertuang dalam surat Al-Anbiya ayat 84 yang berbunyi:

“Kami-pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang beribadah.”

Oleh karna itu mari kita senantiasa berikhtiar dan berdoa kepada Allah untuk memohonkan kesembuhan dan kesehatan. Inilah sikap terbaik yang harus dimiliki oleh umat Islam yang sedang diuji oleh penyakit apapun.

 

Wallahu’alam

Doa Anak Soleh

Doa Anak Soleh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Hadis yang di maksud diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali karena tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya.
(HR. Ahmad 9079, Muslim 4310, Abu Daud 2882 dan yang lainnya).

Siapa Anak Soleh itu?

Dalam kitab Aunul Ma’bud, Syarh Sunan Abi Daud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna anak soleh dalam hadis ini,

[1] Anak soleh adalah anak muslim yang menjalan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar.

Kemudian dibawakan keterangan Ibnu Malik, yang mengatakan,

قيد الولد بالصالح لأن الأجر لا يحصل من غيره

Anak ini diberi sifat soleh, karena pahala tidak akan diperoleh dari selainnya.

[2] Anak soleh dalam hadis maksudnya adalah anak yang mukmin. Ini merupakan keterangan Ibnu Hajar al-Makki.

Dan inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, insyaaAllah. Hanya ikatan iman, yang akan abadi sehingga doa anak bisa sampai ke orang tuanya.

(Aunul Ma’bud, 8/62)

Apakah hanya Doa Anak yang Sampai?

Doa setiap muslim kepada muslim yang lain bisa sampai, meskipun dia telah berpisah alam. Yang satu masih hidup, yang satu sudah meninggal.

Allah ajarkan doa dalam al-Quran,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr: 10)

Ayat ini menganjurkan agar kaum muslimin generasi setelah para sahabat, untuk mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin generasi pendahulunya. Memohon ampunan untuk mereka yang masih hidup dan untuk mereka yang sudah meninggal.

Ini dalil bahwa doa sesama muslim bisa sampai kepada mereka yang telah meninggal, meskipun tidak ada hubungan keluarga.

Lalu mengapa dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut anak soleh yang mendoakan orang tuanya?

Ada dua penjelasan ulama dalam hal ini,

[1] Tujuannya dalam rangka memotivasi anak agar rajin mendoakan orang tuanya

Kata al-Munawi,

وفائدة تقييده بالولد مع أن دعاء غيره ينفعه تحريض الولد على الدعاء

Tujuan disebutkan doa anak, padahal doa selain anak juga bisa sampai ke mayit adalah memotivasi anak untuk rajin mendoakan orang tuanya. (Aunul Ma’bud, 8/62).

[2] Bahwa semua amal anak bisa sampai ke orang tuanya, sekalipun anak tidak mendoakannya. Sebagaimana sedekah jariyah bisa mengalirkan pahala selama apa yang dia sedekahkan dimanfaatkan masyarakat, meskipun orang yang memanfaatkannya tidak pernah mendoakannya. (Syarh Sunan Ibn Majah, as-Suyuthi, hlm. 22).

Doa Meminta Anak yang Sholeh

Banyak do’a yang telah dicontohkan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Di antaranya ada do’a yang berasal dari para Nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]”.
(QS. Ash Shaffaat: 100).

Nabi Dzakariya ‘alaihis salaam berdo’a,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa]
(QS. Ali Imron: 38).

Seseorang yang telah dewasa dan menginjak usia 40 tahun memohon pada Allah,

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Robbi awzi’nii an asy-kuro ni’matakallatii an’amta ‘alayya wa ‘ala walidayya wa an a’mala shoolihan tardhooh, wa ash-lihlii fii dzurriyatii, inni tubtu ilaika wa inni minal muslimiin” [Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri]
(QS. Al Ahqof: 15).

Do’a ini juga berisi permintaan kebaikan pada anak dan keturunan.

‘Ibadurrahman (hamba Allah Yang Maha Pengasih) berdo’a,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa” [Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al Furqon: 74)

Al Qurtubhi rahimahullah berkata,

ليس شيء أقر لعين المؤمن من أن يرى زوجته وأولاده مطيعين لله عز وجل.

“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” Perkataan semacam ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/333)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendo’akan anak Ummu Sulaim, yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma dengan do’a,

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ

“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480). Dari sini seseorang bisa berdo’a untuk meminta banyak keturunan yang sholeh pada Allah,

اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي

“Allahumma ak-tsir maalii wa waladii, wa baarik lii fiimaa a’thoitanii“ (Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri).”

Semoga Allah menganugerahkan pada kita sekalian keturunan bagi yang belum dianugerahi dan dikaruniai anak-anak yang sholeh nan sholehah. Aamiin Yaa Samii’ud Du’aa’.

Referensi:

Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir.

Fiqhud Du’aa’, Musthofa bin Al ‘Adawi, Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1422 H.

Syarh Ad Du’a minal Kitab was Sunnah (Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni), Mahir bin ‘Abdul Humaid bin Muqoddam

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ismail Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah.

Zaadul Masiir fi ‘Ilmi Tafsir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab Al Islami.
Adab kepada Orang Tua

Adab kepada Orang Tua

  1. Menaati semua perintah orang tua, selama bukan perintah untuk bermaksiat.
  2. (QS. Al-Ankabut [29]: 8)

    وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

  3. Bertutur kata dengan lemah lembut.
  4. (QS. Al-lsro’ [17]: 23)

    وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًاَ

  5. Merendahkan diri di hadapan orang tua.
  6. (QS. Al-lsro’ [17]: 24)

    وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ

  7. Membantu pekerjaan orang tua di rumah.
  8. Mendahulukan kepentingan orang tua daripada orang lain.
  9. Senantiasa mendoakan dan berbuat baik kepada kedua orang tua walaupun sudah wafat.
Doa Terhindar Dari Utang

Doa Terhindar Dari Utang

Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur,

hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,

 

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ

Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon.

A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih. Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.

✔️ Artinya:

“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah).

Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu.

Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33).

Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

Doa Untuk Orang yang Sakit

Doa Untuk Orang yang Sakit

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan doa-doa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang sakit yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kunjungi, diantaranya :

لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ

Tidak mengapa, insya Allâh sakitmu ini membuat dosamu bersih

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَاسَ وَاشْفِهِ وأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Wahai Rabb seluruh manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi

أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

Aku mohon kepada Allâh Yang Maha Agung, Rabb yang menguasai Arsy yang agung, agar menyembuhkan penyakitmu

الَّلهُمَّ اشْفِ فُلاَنًا

Ya Allâh ! Berikah kesembuhan kepada …… (sebut namanya)

Disunnahkan bagi orang yang mengunjungi orang sakit untuk (memberikan ucapan-ucapan yang bisa) mendatangkan ketenangan, meringankan beban penyakit yang dideritanya, bisa mengingatkan akan pahala dari Allâh Azza wa Jalla dan mengingatkan bahwa penyakit itu bisa menjadi penghancur dosa.

Diantara adab yang perlu diperhatikan saat mengunjungi orang sakit adalah :

Memilih waktu yang cocok bagi orang yang sakit, karena tujuan menjenguknya adalah untuk memberikan rasa senag bukan menyusahkan
Duduk di dekat kepalanya sembari membaca doa urutan ketiga sebanyak tujuh kali[1]
meletakkan telapak tangan pada tubuh orang yang sakit saat mendoakannya
menasehati orang yang sakit agar memperbanyak do’a

Doa Ziarah Kubur

Doa Ziarah Kubur

Apa doa yang dibaca saat ziarah kubur?

Yang bisa diamalkan adalah doa berikut ini,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

ASSALAMU ’ALAIKUM AHLAD-DIYAAR MINAL MU’MINIIN WAL MUSLIM, WA INNA INSYAA ALLOOHU BIKUM LA-LAAHIQUUN, WA AS-ALULLOOHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH.

“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.”

Belajar Mendidik Anak Dari Lukman Al-Hakim

Belajar Mendidik Anak Dari Lukman Al-Hakim

Anak bagi kedua orang tuanya adalah seperti perhiasan yang menghiasi kehidupan keduanya di dunia ini. Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman:

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…” (QS. Al-Kahf: 46). Bagi insan yang sadar dan bijak, dan meresapi salah satu firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6). Maka ia akan senantiasa menjaga salah satu perhiasan yang ia miliki, yaitu anak. Penjagaan yang akan ia lakukan dan usahakan adalah dengan mencari dan mempelajari metode terbaik, yang dapat ia aplikasikan dalam mendidik dan membina mereka agar menjadi anak yang baik. Di dalam Al-Qur’an telah tersuratkan sebuah kisah dari salah seorang figur orang tua terbaik dalam mendidik dan membina anaknya. Ia adalah Luqman, seorang yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepadanya al-hikmah ,yaitu ilmu dan pemahaman mendalam terhadap agama serta bijak dalam mendakwahkan pemahaman agamanya tersebut kepada orang lain. Ia telah memberikan metode-metode utama dalam mendidik anak; Sehingga kita pun dapat mengikuti metode-metode tersebut agar dapat diaplikasikan dalam mendidik dan membina anak. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan al-hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Alloh. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Luqman: 12).


Metode pertama dan paling utama adalah mengenalkan dan menanamkan pemahaman kepada sang buah hati bahwasannya peribadahan hanya ditujukan hanya untuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata dan melarang mereka dari menyekutukanNya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Alloh, Sesungguhnya mempersekutukan (Alloh) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman: 13).

Metode ini sejalan dengan langkah awal dan langkah paling utama dakwah para Nabi dan Rosul kepada umatnya. Bahkan muatan dakwah dan pembinaan yang dilakukan para Nabi dan Rosul kepada umatnya berintikan kepada pen-tauhidan kepada Alloh ‘Azza wa Jalla . Alloh Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang Rosul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. Al-Anbiya: 25).

Metode kedua adalah menanamkan dan mengajarkan kepada mereka sikap merasa diawasi oleh Alloh Ta’ala (muroqobatulloh). Alloh Ta’ala berfirman:

يَابُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

(Luqman berkata): “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.”(QS. Luqman: 16).

Metode ketiga adalah mengenalkan dan mengajarkan kepada mereka dengan beragam ibadah yang disyariatkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Nabi-Nya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Wahai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Alloh).” (QS. Luqman: 17).

Di ayat ini, Luqman mengajarkan dan mendidik anaknya tiga ibadah utama dari beragam ibadah di dalam agamanya, yaitu sholat, menyeru manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mencegah mereka dari mengerjakan keburukan (dakwah), serta bersabar atas’ seruan dakwah yang ia lakukan kepada manusia.

Metode keempat, adalah membina mereka dengan adab-adab dan akhlak mulia; Dimana dengan keduanya akan berguna dalam hidup bersosial. Adab-adab dan akhlak mulia itu adalah:

Pertama, berbakti kepada kedua orang tua. Alloh Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya” (QS. Luqman: 14).

Kedua, rendah hati dan menjauhkan diri dari sikap sombong. Alloh Ta’ala berfirman:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).

Ketiga, rendah hati dan tidak tergesa-gesa serta tidak terlalu lambat ketika berjalan di hadapan umum. Alloh Ta’ala berfirman:

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan…”(QS. Luqman: 18-19).

Keempat, merendahkan suara ketika berbicara dihadapan orang lain. Alloh Ta’ala berfirman:

وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”Dengan membina dan mendidik anak-anak dengan pengenalan dan pengamalan akan ketauhidan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam semua sisi peribadahan, dan senantiasa menjaga mereka untuk tetap berada dalam atmosfer peribadahan serta menjauhkan mereka dari kesyirikan, maka mereka akan terhindar dari semua bentuk guncangan kejiwaan akibat ujian-ujian dan cobaan-cobaan kehidupan dunia. Sehingga mereka akan siap untuk hidup bermasyarakat, dengan pribadi yang terhiasi dengan adab-adab dan akhlak mulia dan siap menjaga masyarakat untuk tetap selaras dengan aturan-aturan agama.

Wallohu a’lam.

logo-removebg-preview

Sekolah Tahfidz Kejuruan

www.TahfidzKejuruan.org

0818-940-627

admin@tahfidzkejuruan.org

0818-940-627

Copyright © 2021 Tahfidz Kejuruan. All Rights Reserved